Sabtu, 23 Oktober 2010

Khalayak Aktif versus Khalayak Pasif

Dalam pandangan teori komunikasi massa khalayak pasif dipengaruhi oleh arus langsung dari media, sedangkan pandangan khalayak aktif menyatakan bahwa khalayak memiliki keputusan aktif tentang bagaimana menggunakan media. Selama ini yang terjadi dalam studi komunikasi massa, teori masyarakat massa lebih memiliki kecenderungan untuk menggunakan konsepsi teori khalayak pasif, meskipun tidak semua teori khalayak pasif dapat dikategorisasi sebagai teori masyarakat massa. Demikian juga, sebagian besar teori komunitas yang berkembang dalam studi komunikasi massa lebih cenderung menganut kepada khalayak aktif.
Wacana di atas berelasi dengan berbagai teori pengaruh media yang berkembang setelahnya. Teori “pengaruh kuat” seperti teori peluru (bullet theory) yang ditimbulkan media lebih cenderung untuk didasarkan pada khalayak pasif, sedangkan teori “pengaruh minimal” seperti uses and gratification theory lebih banyak dilandaskan pada khalayak aktif.
Dalam kajian yang dilakukan oleh Frank Biocca dalam artikelnya yang berjudul ”Opposing Conceptions of the Audience : The Active and Passive Hemispheres of Communication Theory” (1998), yang kemudian diakui menjadi tulisan paling komprehensif mengenai perdebatan tentang khalayak aktif versus khalayak pasif, ditemukan beberapa tipologi dari khalayak aktif :
  1. Pertama adalah selektifitas (selectivity). Khalayak aktif dianggap selektif dalam proses konsumsi media yang mereka pilih untuk digunakan. Merka tidak asal-asalan dalam mengkonsumsi media, namun didasari alasan dan tujuan tertentu. Misalnya, kalangan bisnis lebih berorientasi mengkonsumsi Majalah Swasembada dan Harian Bisnis Indonesia untuk mengetahui perkembangan dunia bisnis, penggemar olahraga mengkonsumsi Tabloid Bola untuk mengetahui hasil berbagai pertandingan olah raga dan sebagainya.
  2. kedua adalah utilitarianisme (utilitarianism) di mana khalayak aktif dikatakan mengkonsumsi media dalam rangka suatu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan tertentu yang mereka miliki.
  3. ketiga adalah intensionalitas (intentionality), yang mengandung makna penggunaan secara sengaja dari isi media.
  4. Karakteristik yang keempat adalah keikutsertaan (involvement) , atau usaha. Maksudnya khalayak secara aktif berfikir mengenai alasan mereka dalam mengkonsumsi media.
  5. Yang kelima, khalayak aktif dipercaya sebagai komunitas yang tahan dalam menghadapi pengaruh media (impervious to influence), atau tidak mudah dibujuk oleh media itu sendiri (Littlejohn,1996 : 333).
Khalayak yang lebih terdidik (educated people) cenderung menjadi bagian dari khalayak aktif, karena mereka lebih bisa memilih media yang mereka konsumsi sesuai kebutuhan mereka dibandingkan khalayak yang tidak terdidik.
Namun mayoritas ahli komunikasi massa dewasa ini lebih meyakini bahwa komunitas massa dan dikotomi aktif-pasif merupakan konsep yang terlalu sederhana atau deterministik, karena konsep-konsep di atas tidak mampu menelaah kompleksitas sebenarnya dari khalayak. Bisa jadi pada saat tertentu khalayak menjadi khalayak aktif, namun pada saat yang lain mereka menjadi khalayak pasif, sehingga pertanyaannya kemudian bergeser lebih jauh mengenai kapan dan dalam situasi apa khalayak menjadi lebih mudah terpengaruh.

Sumber : Fajar Junaedi S.Sos, M.Si, Monday, November 21, 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar