Sabtu, 13 November 2010

Simptom Groupthink

Ahli psikologi sosial Irving Janis (Baron & Byrne, dalam Hanurwan, 2001) mengidentifikasi delapan simptom tentang berpikir kelompok (group think) pada proses munculnya kekerasan .Pertama adalah adanya simptom kekebalan diri (illusion of invulnerability), dimana pada situasi ini sebuah kelompok akan memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi dengan keputusan yang diambil dan kemampuan yang mereka miliki. Mereka memandang kelompok mereka yang sangat unggul dan tidak pernah kalah dalam segala hal. Berikutnya adalah adanya simptom stereotip bersama, dimana suatu kelompok memiliki pandangan sempit dan anggapan sepihak bahwa kelompok lain lebih lemah. Adanya simptom moralitas, dimana pada suatu kelompok muncul anggapan bahwa kelompoknyalah yang paling benar dan merasa perlu untuk menjadi pahlawan kebenaran yang bertugas meluruskan kesalahan yang dilakukan kelompok lain. Kemudian adanya simptom rasionalisasi yang menjelaskan adanya argumentasi sendiri bahwa perilaku agresi tersebut merupakan keinginan kelompok lawan sendiri dan tindakan yang dilakukan adalah untuk membebaskan mereka (seperti kasus invasi AS ke Irak).Adanya simptom ilusi anonimitas, dimana ketika ada sebagian anggota yang ragu dengan tindakan kelompoknya namun tidak seorangpun dari mereka memiliki keberanian untuk mengungkapkan keraguan tersebut. Anonimitas yang menyebabkan individu-individu yang masuk dalam kelompok menjadi kehilangan identitas individunya (deindividuasi). Kondisi ini akan mendorong berkurangnya kendali moral individu yang selanjutnya timbul penularan perilaku yang tidak rasional dan cenderung bersifat destruktif. Adanya simptom ini dikuatkan dengan simptom tekanan untuk berkompromi terhadap keputusan kelompok. Individu akan ditekan untuk memiliki pandangan yang sama dengan sebagian besar individu lain yang ada dalam kelompoknya. Sampai pada tahap ini, tahapan berikutnya adalah munculnya gejala Swa-Sensor, dimana dibawah pengaruh kelompok yang sangat kohesif akan membuat sebagian besar orang mensensor setiap pandangan yang berbeda yang muncul dari diri mereka sendiri. Simptom terakhir adalah adanya usaha-usaha pengawasan mental. Dalam kelompok yang kohesif, satu orang atau lebih akan memiliki peran yang secara psikologis bertugas memelihara suasana dengan cara menekan orang yang berbeda pendapat dari kelompok umumnya.




Sumber :  Briptu Ritus Nur Armada, S.Psi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar