Rabu, 10 November 2010

Deindividuasi dan Tanggungjawab Hukum

Melihat fenomena-fenomena yang terjadi belakangan ini mengenai hukum di Indonesia, disini saya aka sedikit memberikan contoh bentuk hubungan antara Deindividuasi dengan Tanggungjawab Hukum,yang saya ambil dari salah satu sumber yang tercantum dibawah tuilsan ini.
Ibarat memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, peluang sekecil apapun pastilah akan digunakan oleh orang yang terkena masalah hukum untuk bebas dari hukum itu, termasuk jika peluang itu terlihat lewat cara mendekati aparat penegak hukum. Kasus kaburnya seorang koruptor kelas kakap yang disebabkan oleh longgarnya hukum dan adanya konspirasi dari penegak hukum menjadi gambaran betapa buruknya kondisi hukum di Indonesia saat ini. Hal ini semakin diperparah oleh tindakan para penegak hukum sendiri, yang terkesan saling lempar tanggungjawab atas pengusutan kasus tersebut. Padahal, kalau ada semangat kebersamaan yang bertanggungjawab di antara penegak hukum, kecil kemungkinan koruptor bisa kabur. Maka benarlah ucapan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, “….supaya koruptor tidak bisa kabur, pengadilan, kejaksaan, kepolisian jangan suka penangguhan.”

Deindividuasi
Membuka ruang konspirasi, yang lebih dikenal dengan istilah sogokan, terhadap koruptor untuk kabur adalah fenomena penegasan yang membuktikan kurangnya tanggungjawab para penegak hukum terhadap peran yang dipercayakan padanya. Sedangkan tindakan saling melempar tanggungjawab antar penegak hukum lantaran kaburnya seorang koruptor, adalah upaya mereka untuk “cuci tangan” atau mau menghindar dari keburukan tersebut. Lalu siapakah yang mesti bertangungjawab?
Kondisi lemahnya tanggungjawab ini menandakan sebuah gejala deindividuasi dalam kesadaran hukum kita. Deindividuasi adalah hilangnya tanggungjawab pribadi yang menjadikan kepedulian seseorang berkurang terhadap akibat-akibat dari tindakan-tindakannya (Zimbardo, 1970). Akibatnya, seseorang menjadi lemah dalam kesadaran diri untuk melakukan suatu kewajiban moral ataupun hukum. Padahal tanggungjawab hukum bukanlah beban segelintir orang saja, melainkan segenap individu dengan segala tugas dan kedudukan yang diampunya.
Gejala deindividuasi di dalam tubuh penegak hukum mengakibatkan lembaga ini tidak berjalan dengan efektif sebagaimana mestinya. Hukum yang seharusnya ditegakkan sebaliknya malahan dicampakkan. Koruptor yang semestinya dihukum dan dipenjara, malah bisa bebas dengan status tidak bersalah. Keadilan yang semestinya diutamakan dan dijunjung tinggi, malahan ditelantarkan. Maka, jangan kaget jika hukum kita ternyata bisa dihargai dengan sepeser uang.

sumber : http://for-the-better-world.blogspot.com/2008/11/deindividuasi-dan-tanggungjawab-hukum.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar