Kamis, 24 Maret 2011

Teriteriolitas


TERITORIALITAS

I.                  Pengertian Teriteriolitas
Territorialitas adalah pembentukan kawasan teritotial adalah mekanisme perilaku untuk mencapai privasi tertentu. Kalau mekanisme ruang personal tidak memperlihatkan dengan jelas batas-batasan antar diri dengan orang lain, maka pada teritorialitas batas-batas tersebut nyata dengan tempat yang relative tetap.
Teritori (territory) artinya wilayah atau daerah, dan teritorialitas (territoriality) adalah batasan tampak atas wilayah yang dimiliki oleh individu atau wilayah yang dianggap sudah menjadi hak seseorang.
Teritorialitas juga dapat disebut sebagai suatu pola tingkah laku yag ada hubungannya dengan kepemilikan atau hak seseorang atau sekelompok orang atas suatu tempat atau suatu lokasi geografis. Pola tingkah laku ini mencakup personalisasi dan pertahanan terhadap gangguan dari luar. Pada manusia, teritorialitas ini tidak hanya berfungsi sebagai perwujudan privasi saja, tetapi juga mempunyai fungsi sosial dan komunikasi.
Menurut Holahan (dalam Iskandar, 1990), mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemiliknya dan pertahanan dari serangan orang lain. Degan demikian menurut Altman (1975) penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau merupakan suatu territorial primer.
Contoh:
Sebuah kamar tidur adalah teritori penghuninya. Bila ada orang lain masuk tanpa ijin penghuninya, maka si penghuni akan merasa risih karena daerah teritorialnya terganggu. Seseorang menaruh barang-barangnya pada kursi tertentu dalam suatu ruang. Saat ia   meninggalkan ruangan tersebut, barang-barang tersebut adalah identitas teritorialnya. Kecendrungan terjadinya konflik dengan orang / kelompok lain yang bermaksud mengintervensi teritori tersebut dapat terjadi ketika batas teritori tidak jelas atau dapat dipermasalahkan.

Perbedaan Ruang Personal dan Teritorialitas
Ruang personal dibawa kemanapun seseorang pergi, sedangkan teritori memiliki implikasi tertentu yang secara geografis merupakan daerah yang tidak berubah – ubah.

II.      Elemen - elemen Teritorialitas
Menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari territorialitas, yaitu :
  1. Kepemilikan atau hak dari suatu tempat
  2. Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
  3. Hak untuk mempertahankan diri dari ganggunan luar
  4. Pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasra psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan estetika.
Teritori memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut :
  • Teritori mempunyai bentuk, misalnya benda, mainan, kursi, kamar, rumah sampai negara.
  • Teritori menyangkut masalah kepemilikan atau kendali terhadap penggunaan suatu tempat atau objek.
  • Pemilik teritori akan memberikan identitas dirinya dengan menggunakan signature, simbol-simbol maupun benda-benda sebagai tanda.
  • Teritori dapat dikuasai, dimiliki, atau dikendalikan oleh individu atau kelompok.
  • Teritori berhubungan dengan kepuasan terhadap kebutuhan atau dorongan atas status.
Menurut Altman (1975), territorial bukan hanya alat untuk menciptakan privasi saja, melainkan berfungsi pula sebagai alat untuk menjaga keseimbangan hubungan social. Altman juga membagi territorialitas menjadi tiga, yaitu :
• Teritorialitas Primer
Jenis teritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran terhadap teritori utama ini akan menimbulkan perlawanan dari pemiliknya dan ketidak mampuan untuk mempertahankan teritori utama ini akan mengakibatkan masalah serius terhadap psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitas. Merupakan tempat –tempat yang sangat pribadi sifatnya dan hanya boleh dimasuki oleh orang-orang tertentu yang sudah mendapat izin khusus. Contoh : Rumah, Ruang Kantor, Hotel.
• Teritori Sekunder
Jenis teritori ini lebih longgar pemakaian dan kontrol perorangannya. Teritorial ini dapat digunakan orang lainyang masih di dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu. Sifat teritorial sekunder adalah semi - publik. Tempat yang dimiliki bersama oleh sejumlah orang yang sudah cukup saling mengenal. Contoh : Ruang Kelas, Kantin sekolah
• Teritorial Umum
Teritorial umum dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan - aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana teritorial umum itu berada. Teritorial umum dapat dipergunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat. Tempat terbuka untuk umum yang pada prinsipnya setiap orang di perkenankan berada di tempat itu.Contoh : Pusat perbelanjaan, tempat rekreasi
Ketiga kategori tersebut sangat spesifik dikaitkan dengan kekhasan aspek kultur masyarakatnya. Kalau merujuk pada batasan diatas maka yang disebut dengan tempat privat adalah setara dengan primary teritory sedangkan tempat publik setara dengan public territory.

Teritori sebagai perisai perlindungan.
Banyak individu atau kelompok rela melakukan tindakan agresi demi melindungi teritorinya, maka kelihatannya teritori tersebut memiliki beberapa keuntungan atau hal yang dianggap penting. Kebenaran dari kalimat ” Home Sweet Home”, telah diuji dalam berbagai eksperimen. Penelitian mengenai teritori primer, skunder, dan publik menunjukkan, bahwa orang cenderung merasa memiliki kontrol terbesar pada teritori primer, dibanding dengan teritori sekunder maupun teritori publik. Ketika individu mempresepsikan daerah teritorinya sebagai daerah kekuasaannya, itu berarti mempunyai kemungkinan untuk mencegah segala kondisi ketidak nyamanan terhadap teritorinya. Seringkali desain ruang publik tidak memperhatikan kebutuhan penghuninya untuk memanfaatkan teritori yang dimilikinya.

Bentuk pelanggaran teritori dapat diindikasikan adalah sebagai suatu invasi ruang. Secara fisik seseorang memasuki teritori orang lain biasanya dengan maksud mengambil kendali atas teritori tersebut. Bentuk lainnya adalah kekerasan, sebagai sebuah bentuk pelanggaran yang bersifat temporer atas teritori orang lain, biasanya hal ini bukan untuk menguasai teritori orang lain melainkan suatu bentuk gangguan. Bentuk selanjutnya adalah kontaminasi, yaitu seseorang mengganggu teritori orang lain dengan meninggalkan sesuatu yang tidak menyenangkan atau merusaknya.

Pertahanan yang dapat dilakukan untuk mencegah pelanggaran teritori antara lain:
  • Pencegahan seperti memberi lapisan pelindung, memberi rambu-rambu atau pagar batas sebagai antisipasi terhadap bentuk pelanggaran.
  • Reaksi sebagai respon terhadap terjadinya pelanggaran, seperti contohnya menegur.
Teritorialitas berfungsi sebagai proses sentral dalam personalisasi, agresi, dominasi, koordinasi dan kontrol.
a). Personalisasi dan penandaan.
Personalisasi dan penandaan seperti memberi nama, tanda atau menempatkan di lokasi strategis, bisa terjadi tanpa kesadaran teritorialitas. Seperti membuat pagar batas, memberi nama kepemilikan. Penandaan juga dipakai untuk mempertahankan haknya di teritori publik, seperti kursi di ruang publik atau naungan.
b). Agresi.
Pertahanan dengan kekerasan yang dilakukan seseorang akan semakin keras bila terjadi pelanggaran di teritori primernya dibandingkan dengan pelanggaran yang terjadi diruang publik. Agresi bisa terjadi disebabkan karena batas teritori tidak jelas.
c). Dominasi dan Kontrol.
Dominasi dan kontrol umumnya banyak terjadi di teritori primer. Kemampuan suatu tatanan ruang untuk menawarkan privasi melalui kontrol teritori menjadi penting.

II.                Teritorialitas dan perbedaan budaya
Secara budaya terdapat perbedaan sikap teritori hal ini dilatar belakangi oleh budaya seseorang yang sangat beragam. Apabila seseorang mengunjungi ruang publik yang jauh berada diluar kultur budayanya pasti akan sangat berbeda sikap teritorinya. Teritorialitas pada setiap negara berbeda-beda tergantung dari budaya yang dimiliki oleh negara tersebut. Sebagai contoh seorang Eropa datang dan berkunjung ke Asia dan dia melakukan interaksi sosial di ruang publik negara yang dikunjungi, ini akan sangat berbeda sikap teritorinya. Jenis kelamin juga mempengaruhi teritorialitas seeorang, dimana wanita memerlukan ruang yang lebih kecil dibandingkan pria. Selain itu penduduk desa lebih tinggi toleransinya dalam menentukan teritorialitasnya dibandingkan dengan penduduk yang tinggal diperkotaan.

FENOMENA mengenai Teritorialitas
HARIAN Jawa Pos (edisi 15-17 September 2010) menyajikan laporan menarik tentang kehidupan warga negara kita yang hidup di Pulau Sebatik, wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia. Dalam laporan itu terungkap, warga Indonesia lebih senang tinggal di Malaysia. Itu terutama disebabkan oleh alasan ekonomi. Pemerintah Malaysia, misalnya, menyediakan lahan dengan harga sewa yang murah apabila dibandingkan dengan Indonesia. “Persoalan perut” merupakan problem yang sangat krusial.
Selain itu, banyak warga yang menyatakan layanan kesehatan Malaysia lebih baik. Pasien segera mendapatkan penanganan intensif tanpa peduli apakah beridentitas sebagai warga Indonesia atau Malaysia. Hal lain yang lebih penting, jika belum mampu membayar biaya berobat, warga Indonesia dapat melunasinya dengan cara mencicil. Karena masalah ekonomi dan kesehatan itu, nasionalisme warga Indonesia dipandang mulai luntur. Namun, apakah pudarnya nasionalisme tersebut pantas disalahkan kepada warga di wilayah perbatasan?
Rasa kebangsaan dan kesadaran terhadap kewilayahan adalah dua hal yang saling mengandaikan. Tidak ada bangsa tanpa wilayah. Demikian halnya dengan suatu wilayah pasti menunjukkan bangsa. Nasionalisme dan teritorialitas merupakan keutuhan yang membentuk identitas bangsa. Dalam perkara ini, kita amat sering mengabaikannya. Nasionalisme sekadar dipahami sebagai gagasan yang bermuara kepada loyalitas bangsa secara membabi buta.
Realitas itu terbukti ketika tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepulauan Riau hendak menangkap tujuh nelayan Malaysia yang mencuri ikan di wilayah Indonesia. Justru tiga petugas itulah yang ditangkap polisi Malaysia. Mereka diperlakukan bagaikan penjahat. Panas nasionalisme kalangan anak bangsa pun lantas meninggi. Ungkapan protes berhamburan di mana-mana. Bendera Malaysia diinjak-injak dan dibakar. Kedutaan Malaysia di Jakarta diserbu demonstran dan dilempari kotoran manusia. Nasionalisme secara otomatis menyala saat ada warga bangsa yang dianiaya. Nasionalisme berkobar hebat ketika batas teritorialitas diterabas.
Fenomena itu adalah tindakan klise yang terus berulang. Sebab, kita sendiri tidak memedulikan batas teritorialitas bangsa ini. Apa yang disebut teritorialitas? Menurut Robert David Sack (seperti dikutip John Etherington, Nationalism, National Identity, and Territory, 2003), itu merupakan “upaya individual atau kelompok untuk memengaruhi, menggunakan, atau mengontrol objek-objek, orang-orang, dan hubungan-hubungan yang ada dengan cara membatasi dan menegaskan kendali terhadap area geografis tertentu”. Jadi, nasionalisme tidak mungkin terpisah dari batas teritorialitas. Bukan teritorialitas dalam pengertian fisik-geografis saja, melainkan terhadap manusia dan sumber daya alam yang terdapat di dalamnya.

Sumber :
Triyono Lukmantoro, dosen FISIP Universitas Diponegoro, Semarang
RESOURCE: http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=showpage&kat=7
Arsitektur dan Perilaku Manusia, karya Joyce Marcella Laurens










Tidak ada komentar:

Posting Komentar