Ambient Condition dan Architectural Features
Dalam hubungannya dengan lingkungan fisik, Wrighstman dan Deaux (1981) membedakan dua bentuk kualitas lingkungan yang meliputi,
1. Ambient Condition
Yaitu kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu seperti sound,cahaya/penerangan, warna, kualitas udara, temperature, dan kelembaban.
Selain itu Ambient Condition juga dapat diartikan sebabagai kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu.. Menurut Rahardjani (1987) dan Ancok (1988) beberapa kualitas fisik yang mempengaruhi perilaku, seperti : kebisingan, temperatur, kualitas udara, pencahayaan dan warna.
Ancok (1989), keadaan bising dan temperatur yang tinggi akan mempengaruhi emosi para penghuni. Emosi yang semakin kurang dapat di control akan mempengaruhi hubungan sosial di dalam dan di luar rumah. Menurut Rahardjani (1987) kebisingan juga mengakibatkan menurunya kemampuan untuk mendengar dan turunya konsentrasi belajar anak
Lebih jelas mengenai kebisingan, kebisingan itu sendiri adalah Menurut Sarwono (1992) terdapat tiga faktor yang menyebabkan suara secara psikologis dianggap bising, yaitu: volume, perkiraan dan pengendalian.
Holahan membedakan pengaruh kebisingan terhadap kinerja manusia menjadi empat efek, tiga diantaranya adalah efek fisiologis, efek kesehatan dan efek perilaku.
Dampak akibat kebisingan yang di kemukakan oleh Holahan, yaitu:
1.Efek fisiologis
Penyebab reaksi fisiologis sistemik menyebabkan stress. Reaksi cenderungmeningkat ketika kebisingan intens, periodic, dan tidak terkontrol. Reaksi fisiologis seperti sekresi adrenal dan tekanan darah meningkat.
2.Efek kesehatan
Efek dari kebisingan dalam intensitas yang tinggi dapat menyebabkan kehilangan pendengaran. Selain itu dapat mengakibatkan sakit kepala, gelisah, dan insomnia.
3.Efek perilaku
Efek perilaku dari kebisingan adalah mempengaruhi hilangnya beberapa aspek perilaku social.
4.Dampak psikologis (Munandar)
Kebisingan dapat mengganggu kesejahteraan emosional. Pada lingkungan yang ekstrim penduduk bisa bersikap agresif, penuh dengan curiga, dan cepat merasa jengkel.
Menurut Holahan (1982) hasil laboratorium menunjukan bahwa kebisingan secara fisiologis dapat menjadi penyebab reaksi fisiologis sistemik yang secara khusus dapat diasosiasikan dengan stres. Pada suatu tingkat tertentu, reaksi – reaksi fisiologis ini cenderung meningkat ketika kebisingan menjadi semakin intens, periodik dan tanpa kontrol.
Pada efek kesehatan, holahan (1982) melihat bahwa kebisingan yang dibiarkan saja kita terima dalam intensitas tinggi dalam jangka waktu yang panjang ternyata dapat menjadi penyebab kehilangan pendengaran yang berarti. Sementara studi lain oleh Crook dan Langdon (dalam Holahan,1982) menunjukan bahwa terdapat hubungan antara kebisingan dengan aspek – aspek fisik dan kesehatan mental, seperti sakit kepala, kegelisahan dan insomnia.
Efek kebisingan selanjutnya adalah efek perilaku. Beberapa penelitian menunjukan bahwa kebisingan yang tidak disukai telah mempengaruhi hilangnya beberapa aspek perilaku sosial.
Selain itu menurut Holahan (1982) tingginya suhu dan polusi udara paling tidak menimbulkan dua efek, yaitu efek kesehatan, fimana dampaknya pada kesehatan adalah timbulnya penyakit-penyakit pernafasan selain itu ada pula efek terhadap perilaku perilaku, Tingginya suhu udara dan polusi udara akan menimbulkan efek perilaku sosial seperti meningkatnya mortalitas, menguransi konsentrasi, serta perhatian.
Rahardjani (1987) melihat bahwa suhu dan kelembaban rumah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : warna dinding dalam dan luar rumah, volume ruang, arah sinar matahari dan jumlah penghuni. Suhu yang paling nyaman adalah kurang lebih 25 derajat celcius.
Apabila suhu menjadi tidak nyaman (diatas 25 derajat celcius). Maka akan mengakibatkan tubuh berkeringat sehingga akan berakibat gangguan tidur pada malam harinya. Oleh karena itu, aliran udara menjadi hal yang penting karena secara fisiologis aliran udara berfungsi sebagai pasokan oksigen untuk pernapasan, mengalirkan uap air yang berlebihan, mengurangi konsentrasi gas, bakteri dan bau,mendinginkan suhu dan membantu penguapan keringat manusia.
2. Architectural features
Architectural Features adalah setting-setting yang bersifat permanent. Misalnya didalam suatu ruangan, yang termasuk didalamnya antara lain konfigurasi dinding, lantai, atap, serta pengaturan perabot dan dekorasi. Di dalam architectural features meliputi lay out tiap lantai, desain dan perlakuan ruang dalam dan sebagainnya. Selanjutnya akan dibahas mengenai beberapa hal yang masuk kedalam bagian architectural features, yaitu
Estetika
Spranger membagi orientasi hidup menjadi 6 kategori, dimana nilai estetis merupakan salah satu siantaranya selain nilai ekonomi, nilai kekuasaan, nilai sosial, nilai religious, dan nilai intelektual. Sedangkan menurut Fisherdkk (1984) salah atu tujuan daridesain adalah memunculkan respon tertentu terhadap seting yang telah disediakan.
Penelitian telah menunjukkan pula bahwa kualitas estetis suatu ruangan dalam konteks keceriaan dan daya tarik dapat mempengaruhi jenis evaluasi yang kita bua ketika berada dalam seting tersebut.
Perabot
Perabot dan pengaturannya dan aspek-aspek lain dari lingkungan ruang merupakan salah satu penentu perilaku yang penting karena dapat mempengaruhi cara orang dalam mempersepsikan ruang tersebut.
Sumber :
indryawati.staff.gunadarma.ac.id/.../AMBIENT+CONDITION+DAN+ ARCHITECTURAL+FEATURES.doc
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab3-ambient_condititon_dan_architectural_features.pdf
http://uwam.wordpress.com/2011/03/08/architectural-features/
http://uwam.wordpress.com/2011/03/08/architectural-features/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar