Sabtu, 30 Oktober 2010

Pemecahan Konflik Kelompok

Upaya untuk memecahkan konflik selalu timbul selama berlangsungnya kehidupan suatu kelompok, namun terdapat perbedaan-perbedaan di dalam sifat dan intensitas konflik pada berbagai tahap perkembangan kelompok. Pemecahan terhadap konflik-konflik yang besar tidak akan dapat terjadi sampai kelompok telah berkembang mencapai suatu titik dimana terdapat kesepakatan yang mendasar di dalam kelompok terjadi dengan pasti. Di dalam proses-proses pembuatan keputusan terletak metode-metode pengendalian konflik yang dapat digunakan terhadap semua atau setiap konflik (Wilson an Raylan, 1969).

Adapun cara-cara pemecahan konflik-konflik tersebut adalah sebagai berikut:
  • Elimination, yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik yang diungkapkan dengan: kami mengalah, kami ke luar, atau kami membentuk keompok kami sendiri.
  • Subjugation atau Domination, artinya orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya. Tentu saja cara ini bukan suatu cara pemecahan yang memuaskan bagi pehak-pihak yang telibat.
  • Majority Rule, artinya suatu suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan keputusan tanpa mempertimbangkan argumentasi. Pada hakekatnya Majority ini merupakan slah satu bentuk Subjugation.
  • Minority Consent, artinya kelompok mayoritas yang menang namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan bersama. Bias dicontohkan disini adalah masa pemerintahan madinah yang dipimpin oleh Rosulullah SAW.
  • Compromise (kompromi) artinya kedua atau semua subkelompok yang terlibat di dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan “jalan tengah (halfway)”
  • Integration (integrasi) artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangakn dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak. Integrasi merupakan cara pemecahan konflik yang paling dewasa (Albert Bandura, 1969).
Pemecahan konflik suatu kelompok akan tergantung pada sejumlah individu yang saling berhubungan dan pada karakteristik-karakteristik kelompok. Di dalam hal-hal tersebut terdapat sifat dasar konflik, yaitu :

A. Atribut-atribut tertentu dari anggota-anggota kelompok, seperti kematangan emosi, nilai-nilai pengetahuan mengenai persoalan yang dipertentangkan ketrampilan-ketrampilan dalam hubungan antar pribadi;

B. Pengalaman yang diperoleh kelompok sebelumnya dalam upaya penanggulangan konflik;
Nilai-nilai dan norma-norma yang telah dikembangkan dalam kelompok tentang cara-cara kelompok untuk menghadapi perbedaan-perbedaan di dalam kelompok serta tentang cara-cara pemecahan masalah.


sumber : http://muchad.info/muchad/konflik-kelompok-pengertian-penyebab-dan-pemecahan.html

Akibat yang ditimbulkan dari konflik

Mendengar kata konflik mungkin kita sebagai orang awam selalu menganggapnya sebagai pertengkaran,kericuhan maupun hal0-hal yang sifatnya cenderung mengarah ke arah yang negatif,namun tidak hanya dari segi negative saja melainkan kita bisa melihan sisi positif juga, inilah hal negatif dan positif  yang dihasilkan dari sebuah konflik :
  • meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
  • keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
  • perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
  • kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
  • dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
  • Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

Jenis-jenis konflik

Konflik yang terjadi di masyarakat sangat beragam, Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam :
  • konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
  • konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
  • konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
  • konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
  • konflik antar atau tidak antar agama
  • konflik antar politik.

Faktor penyebab konflik


  • Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
  • Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
  • Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.. Adanya perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu.


sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik

Penyebab Konflik Kelompok

Konflik yang terjadi dalam sebuah kelompok sangat lah mustahil apabila tidak adanya sesuatu yang mendorong untuk timbulnya permasalahan dalam sebuah kelompok, diantaranya :

•Interdepence
tidak semua interdependence menyebabkan konflik, jika:
  • Ada kerjasama antar anggota dalam interdepence shg konflik ↓, maksudnya ketika dalam setiap anggota didalam kelompok itu memiliki kerjasama maka cenderung akan menurunkan konflik yang ada.
  • Ada kompetisi antar anggota dalam interdepence shg konflik ↑,Berbanding terbalik, jika diantara anggota kelompok itu saling berkompetisi, maka situasi akan semakin memanas dan cenderung akan meningkatkan konflik yang ada. Menurut Deutch (1949):
  1. pure cooperation → promotive interdependence : dengan menolong
  2. pure competition → contrient interdependence : anggota bisa meraih tujuannya hanya jika anggota lain gagal memilihnya.

•Influence strategies
Stategi Untuk mempengaruhi orang lain, seperti Ancaman, Hukuman dan TReinforcement juga akan meningkatkan konflik yang ada.

•Misunderstanding dan misperception
Kadang ketika adanya konflik sering terjadinya kesalahpahaman-kesalahpahaman yang akan membuat konflik yang telah ada menjadi semakin memburuk didalamnya.


sumber :  Handout Psi Kelompok Klara Innata Arishanti, S.Psi

TAHAP-TAHAP KONFLIK


Konflik tidak muncul seketika dan langsung menjadi besar. Konflik itu berkembang secara bertahap. Jika pemimpin tidak peka mengidentifikasi konflik sehingga intensitas konflik sudah mencapai tahap yang tinggi, maka penyelesaian konflik bisa sangat sukar, dan berpotensi menghancurkan semua pihak. Bila ego terluka dan perasaan tersakiti, maka semua yang terlibat konflik, biasanya akan berusaha mati-matian membela diri dan mencari kemenangan dengan segala cara, agar tidak kehilangan muka. Jadi, jika konflik sudah teridentifikasi sejak awal, dicarikan langkah penyelesaian yang lebih dini, maka relative lebih mudah dalam penanganan konflik.

Louis R. Pondy (dalam George & Jones, 1999:660) merumuskan lima episode konflik yang disebut "Pondys Model of Organizational Conflict". Menurutnya, konflik berkembang melalui lima fase secara beruntun, yaitu : latent conflict, perceived conflict, felt conflict, manifest conflict and conflict aftermath.
1. Tahap I, Konflik terpendam. Konflik ini merupakan bibit konflik yang bisa terjadi dalam interaksi individu ataupun kelompok dalam organisasi, oleh karena set up organisasi dan perbedaan konsepsi, namun masih dibawah permukaan. Konflik ini berpotensi untuk sewaktu-waktu muncul ke permukaan.
2. Tahap II, Konflik yang terpersepsi. Fase ini dimulai ketika para actor yg terlibat mulai mengkonsepsi situasi-situasi konflik termasuk cara mereka memandang, menentukan pentingnya isu-isu, membuat asumsi-asumsi terhadap motif-motif dan posisi kelompok lawan.
3. Tahap III, Konflik yang terasa. Fase ini dimulai ketika para individu atau kelompok yang terlibat menyadari konflik dan merasakan penglaman-pengalaman yang bersifat emosi, seperti kemarahan, frustasi, ketakutan, dan kegelisahan yang melukai perasaan.
4. Tahap IV, Konflik yang termanifestasi. Pada fase ini salah satu pihak memutuskan bereaksi menghadapi kelompok dan sama-sama mencoba saling menyakiti dan menggagalkan tujuan lawan. Misalnya agresi terbuka, demonstrasi, sabotase, pemecatan, pemogokan dan sebagainya.
5. Tahap V, Konflik sesudah penyelesaian. Fase ini adalah fase sesudah konflik diolah. Bila konflik dapat diselesaikan dengan baik hasilnya berpengaruh baik pada organisasi (fungsional) atau sebaliknya (disfungsional). 

Pickering (2006:22,23) membagi tahap-tahap perkembangan konflik, yaitu : tahap pertama, dimana terjadi perselisihan-perselisihan kecil sehari-hari. Biasanya dalam kelompok terdapat perbedaan nilai kehidupan, budaya, kebutuhan, dan tujuan hidup. Perbedaan-perbedaan ini, mulai bersinggungan dan menimbulkan rasa jengkel, dan sebagainya. Kemudian, tahap kedua, dimana tantangan menjadi lebih besar. Unsur persaingan mulai menonjol. Bahkan sudah menyangkut urusan pribadi, dan mulai mencari kesalahan orang lain. Terakhir, adalah tahap ketiga, dimana terjadi pertarungan terbuka, mengakibatkan tujuan bergeser dari ingin menang menjadi ingin menyakiti. 

sumber : artikel "KONFLIK DALAM ORGANISASI: BERKAT ATAU KUTUK?" ,Thursday, 11 June 2009 23:20 Jeinner Jenry Rawung, S.Psi

Tahap-tahap perkembangan konflik dalam kelompok:

Konflik tidak muncul seketika dan langsung menjadi besar. Konflik itu berkembang secara bertahap. Kemunculan konflik dalam organisasi, di dahului oleh early signs. Ng (2003 : 54) menunjukkan tanda-tanda awal, yaitu : ada perdebatan yang berkelanjutan, ada ekspresi perasaan negatif yang berulang-ulang, sudden drops in attendance, terganggunya komunikasi, dan lain sebagainya,namun disini akan dijelaskan mengenai 5 tahap dari perkembangan konflik.
 
Tahap-tahap perkembangan konflik dalam kelompok:
1. Disagreement
Perlu segera diindentifikasi disagreementnya:
-          apakah benar-benar ada atau sekedar kesalahpahaman
-          apakah perlu segera ditangani atau terselesaikan sendiri
-          jika benar-benar ada dan menyangkut beberapa faktor situasional minor
2. Confrontation
Dua orang atau lebih saling bertentangan.  Diakhir tahap ini, tingkat koalisi (sub kelompok dalam kelompok) dimana anggota kelompok menjadi terpolarisasi (membentuk blok-blok).
3. Escalation
Pada tahap ini, anggota kelompok menjadi semakin kasar, misalnya : suka memaksa, mengancam, sampai pada kekerasan fisik, timbul rasa tidak
percaya (distrust), frustasi dan negatif reciprocity.
4. Deescalation
Berkurang atau menurunnya konflik anggota mulai sadar waktu dan energi yang terbuang sia-sia dengan berdebat.
Mekanisme pengolahan konflik:
a. Negosiasi : secara interpersonal sengan asumsi bahwa tiap orang akan
mendapatkan keuntungan dengan adanya situasi
- distributive issues : negosiasi berhasil, satu pihak puas, pihak yang lain
mengikuti karena pihak yang lain itu memiliki power
- integrative issues : negosiasi berhasil, kedua pihak merasa puas (win
win solution)
b. Membangun kepercayaan : dengan mengkomunikasikan keinginan individu secara hati-hati dan harus konsisten antara apa yang diucapkan dengan perilakunya.
  
5. Resolution
Setiap konflik sampai pada tahap ini, tahap dimana menemukan jalan keluar dari permasalahan, tetapi terkadang beberapa pihak tidak puas dengan hasilnya.


sumber : Handout Psi kelompok Klara Innata Arishanti, S.Psi

Storming : Konflik Dalam Kelompok

Tahap Storming, yaitu merupakan tahap ke dua dari terbentuknya sebuah kelompok, dimana  Pada tahap ini kelompok mulai mengembangkan ide-ide berhubungan dengan tugas
yang mereka hadapi.  Mereka membahas isu-isu semacam masalah apa yang harus mereka selesaikan, bagaimana fungsi mereka masing-masing dan model kepemimpinan seperti apa yang dapat mereka terima. Anggota kelompok saling terbuka dan mengkonfrontasikan ide-ide dan perspektif mereka masing-masing. Pada beberapa kasus, tahap storming cepat selesai. Namun ada pula beberapa kelompok yang mandek pada tahap ini.Tahap storming sangatlah penting untuk perkembangan suatu kelompok. Tahap ini bisa saja menyakitkan bagi anggota kelompok yang menghindari konflik. Anggota kelompok harus memiliki toleransi terhadap perbedaan yang ada.
Dalam sebuah kelompok pasti sering terjadi konflik, dimana konflik dalam kelompok terjadi ketika adanya kesalah pahaman atau tidak ditemukannya jalan keluar dan lain sebagainya, membahas mengenai konflik ada baiknya kita bahas terlebih dahulu apa sebenarnya konflik itu ?
  
Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak  satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik